Minggu, 12 Desember 2010

Sahur Pemuda


Judul tulisan saya saat ini adalah Sahur Pemuda. Adapun saya memilih judul ini, maka kita akan temukan itu nanti ia datangnya. Yang pertama Kita hidup ini harus sesuai tujuan/ cita- cita maka kita harus tahu bagaimana “menuju Indonesia sesuai cita-cita proklamasi 1945”. Titik tolak ini penting sekali, oleh karena bagi bangsa manapun diperlukan adanya sesuatu yang mengikat, dan yang mempersatukannya sebagai bangsa. Dalam konsep negara bangsa seperti Indonesia, yang bukan negara yang dibentuk oleh suatu identitas tertentu seperti etnik, suku, atau agama, maka faktor pengikat itu adalah gagasan yang melahirkannya sebagai bangsa. Latar belakang geografis memang penting seperti yang dikatakan oleh Bung Karno, tetapi di pihak lain seperti dikatakan oleh Bung Hatta, meskipun faktor geopolitik itu penting “tetapi kebenarannya sangat terbatas”. Karena, kalau atas dasar itu saja, maka seluruh Kalimantan harus masuk Indonesia. Latar belakang sejarah juga penting, tetapi juga tidak mutlak, karena Timor Timur memiliki latar belakang sejarah yang berbeda dari propinsi-propinsi Indonesia lainnya. Oleh karena itu, seperti dikatakan oleh Greenfeld, “the only foundation of nationalism as such, the only condition, that is, without which no nationalism is possible, is an idea”.

Yang kedua Di sinilah pemuda berperan secara alamiah, yakni dalam kepeloporan dan kepemimpinan dalam menggerakkan potensi dan sumber daya yang ada pada rakyat, khususnya wilayah Desa. Menurut hemat saya, kalau kita ingin memfokuskan pembicaraan, atau penyusunan strategi mengenai peran pemuda dalam pembangunan, maka konteksnya adalah kepeloporan dan kepemimpinan. Jadi, untuk meningkatkan peran pemuda dalam pembangunan Desa, tak pernah dikesampingkan peran Pemuda Desa dalam pembangunan ini, tanpa Pemuda Desa siapa lagi yang akan mengembangkan semua yang kita punya, lebih luas wilayah pedesaan disbanding perkotaam dan tak kalah menariknya para pemikir- pemikir sejati dan orang- orang sukses di negeri ini berasal dari Desa, maka dengan itu kita harus membangun kepeloporan dan kepemimpinannya. Di sini ada beberapa pengertian, yang penting adalah tiga aspek: membangun “semangatnya, kemampuannya, dan pengamalannya”. Kepeloporan dan kepemimpinan bisa berarti sama yakni berada di muka dan diteladani oleh yang lain. Tetapi, dapat pula memiliki arti sendiri. Kepeloporan jelas menunjukkan “sikap berdiri di muka, merintis, membuka jalan, dan memulai sesuatu”, untuk “diikuti, dilanjutkan, dikembangkan, dipikirkan” oleh yang lain. Dalam kepeloporan ada unsur menghadapi risiko. Kesanggupan untuk memikul risiko ini penting dalam setiap perjuangan, dan pembangunan adalah suatu bentuk perjuangan. Dalam jaman modern ini, seperti juga kehidupan makin kompleks, demikian pula makin penuh risiko. Seperti dikatakan oleh Giddens “Modernity is a risk culture”. Modernitas memang mengurangi risiko pada bidang-bidang dan pada cara hidup tertentu, tetapi juga membawa parameter risiko baru baru yang tidak dikenal pada era-era sebelumnya. Untuk itu maka diperlukan ketangguhan, baik mental maupun fisik. Tidak semua orang berani, dapat atau mampu mengambil jalan yang penuh risiko.

Maka dengan itu marilah kita semua membangun suatu tekad yang kuat untuk semua ini, pembangunan dimanapun dapat terlaksana dengan tujuan yang mantab dan pelaksanaannya yang sesuai dengan cita-cita proklamasi pasti tercipta dan terlahir, hal itupun takkan pernah terlepas dari pemuda, karena pemudalah yang memikul beban berat dalam menangani kehidupan selanjutnya, tiada pemuda maka tiada pula generasi selanjutnya dalam pemerintahan. Sadarlah wahai para kaum Muda, bangunlah dalam tidur lelap kalian, ketahuilah keadaan Negara kalian, lagu kebangsaan kita mengatakan bangunlah jiwanya, bangunlah raganya, maka sudah dengan gamblang kita diajak agar terlebih dahulu bangun dulu dengan kesadaran jiwa masing- masing tentang keadaan ini dan melukan dengan kekuatan badan masing- masing apa saja yang berguna demi pembangunan Indonesia tercinta ini yang tidak terlepas dari peran Desa seutuhnya.